Minggu, 20 Mei 2012

Berwisata dan Belajar di Saung Angklung Udjo


Banyaknya tempat hiburan seperti mall, bioskop dan arena-arena hiburan lainnya di Bandung tidak  meredupkan popularitas Saung Angklung Udjo (SAU) sebagai tempat wisata keluarga. Saung Angklung Udjo yang terletak di jalan Padasuka, Bandung ini tidak terlalu jauh letaknya dari terminal Cicaheum. Tetapi bagi anda yang baru pertama kali ke SAU dan belum mengetahui jalanan di daerah Bandung saya sarankan untuk menggunakan taksi, karena tidak ada angkot yang bisa mengantar anda langsung sampai depan SAU ini.

Saat memasuki area SAU ini kita akan disambut dengan gemerisik daun bambu dan udara segar yang akan membuat kita merasa nyaman. Bangunan yang di desain seperti di perkampungan Sunda dan segala ornamen-ornamenya juga menambah daya tarik dari tempat ini. Setelah membeli tiket masuk, kita akan menemui cenderamata-cenderamata khas Sunda yang unik-unik dan sangat cocok untuk dijadikan oleh-oleh sepulang dari SAU ini. Di toko cinderamata ini kita bisa membeli dan mencoba memainkan angklung yang ada. Selain itu disini juga dijual berbagai aksesoris yang unik dan berbahan dasar dari bambu. Mainan-mainan tradisional juga tersedia di toko ini dengan harga yang cukup terjangkau. Pertunjukan Bambu Petang dimulai dari jam setengah empat hingga jam lima sore. Jika ingin ke SAU sebaiknya datang setengah jam sebelum pagelaran dimulai, agar kita bisa berkeliling dulu menikmati pemandangan yang ada di sana. Banyak Spot-spot menarik yang bisa kita abadikan dengan kamera di SAU ini. Selain itu kita juga bisa melihat tempat pembuatan angklung. 

Disana kita juga akan mendapatkan welcoming drink. Kita bisa memilih minuman khas Sunda atau air mineral. Minuman khas daerah Sunda ini adalah Bandrek. Minuman ini sangat sesuai disedu saat atau sebelum pertunjukan berlangsung, karena sesuai dengan suhu udara sore yang dingin di tempat itu.  Banyak wisatawan-wisatawan asing yang memilih seduhan berbahan dasar jahe tersebut. Karena banyak dari mereka yang masih baru pertamakali mengenal minuman hangat ini. Memang ukuran gelas yang digunakan dalam penyajiannya tergolong mini, tapi cukup untuk mengahangatkan tubuh para penikmatnya. Sebelum pagelaran Bambu Petang dimulai para pengunjung dimanjakan dengan alunan gamelan-gamelan sunda yang pemainnya rata-rata berusia anak-anak dan remaja. Saat lampu mulai dinyalakan dan alunan gamelan terdengar semakin nyaring menandakan pagelaran Bambu Petang ini akan dimulai. Kemudian terdar suara MC yang sangat renyah mulai mengenalkan diri dan nama lagu yang sedang dimainkan oleh para pemain gamelan tersebut. MC mulai menyapa para penontonnya dengan tiga bahasa sekaligus, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Belanda. MC juga mengajarkan kepada para penonton untuk menjawab sapaan dalam Bahasa Sunda. Selain itu MC juga mengenalkan nama-nama alat musik gamelan yang ada.  Selintas tentang sejarah SAU juga disampaikan, seperti nama pendirinya yaitu Bapak Alm. Udjo Ngalagena.  

Selama pagelaran berlangsung bahasa pengantar yang dipakai lebih didominasi dengan bahasa Inggris, penggunaan bahasa Indonesia mungkin hanya sekitar 15% saja. Meskipun pagelaran yang disuguhkan kental budaya Indonesianya, tapi kualitasnya sudah bertaraf internasional. Hal ini dikarenakan pengunjungnya yang lebih banyak warga asing dari pada orang Indonesia sendiri. Hal ini sangat disayangkan, kenapa kita sebagai orang Indonesia malah lebih memilih hiburan-hiburan yang kebarat-baratan dibandingkan melestarikan kebudayaan Indonesia sendiri. Kita dapat mengetahui bagaimana dalang memainkan wayang golek sebagai permulaan dalam pagelaran bambu petang. Bagian yang menarik dalam pertunjukan singkat wayang golek ini adalah saat dipertengahan pertunjukan wayang, penutup panggungnya dibuka, sehingga kita dapat melihat bagaimana gerakan sang dalang memberikan sound efek dalam permainan wayangnya. 

Lalu acara dilanjutan dengan penampilan helaran, saat itu helaran yang disuguhkan adalah pesta rakyat menyambut seorang anak yang telah dikhitan. Seorang anak yang berusia sekitar 3 tahun itu, didudukkan di kursi singgah sana, dan ditandu berkeliling-keliling tempat pagelaran. Selama iring-iringan tersebut juga ditemani dengan suara angklung yang dimainkan oleh anak-anak yang semakin menyemarakkan suasana.
Acara kemudian dilanjutkan dengan dengan tari topeng, yang dibawakan oleh tiga gadis yang masih berusia sekitar sembilan tahunan. Gerakan yang luwes semakin membuat mata penonton tak jemu memandangnya. Tarian selanjutnya adalah tari merak, tarian ini merupakan penggambaran dari keelokan bentuk merak dan   keindahan warna-warna ditubuhnya. Penampilan Angklung mini adalah acara yang mereka suguhkan selanjutnya. Dalam penampilan ini tidak hanya angklungnya saja yang mini tetapi juga para pemainnya yang semuanya masi anak-anak. Disini mereka membawakan lagu-lagu anak-anak berbahasa sunda dan berbahasa Inggris. Lagu “DO RE MI” salah satu lagu yang dimainkan. Suasana antara pemain dan pengunjung terasa semakin akrab saat para pemain mengajak para pengunjungnya juga ikut bernyanyi bersama mereka.

Acara yang paling ditunggu-tunggu adalah saat sesi bermain angklung bersama. Disini para pengunjung dibagikan angklung yang mempunyai nomer yang berbeda-beda. Dalam angklung ini juga tertuliskan nama-nama pulau seperti jawa, sumatera, kalimantan dll. Menurut saya hal itu sangat memudahkan pengunjung dalam memahami arahan yang diberikan oleh pelatih. Selain itu di angklung juga terdapat gambar gerakan tangan ini juga akan semakin memudahkan pengunjung dalam memainkannya. Dipenghujung acara pengunjung disuguhkan angklung jaipong, yaitu perpaduan antara tari jaipong dan permainan angklung. Disini para pengunjung diajak ikut menari bersama. Semua acara yang ditampilkan di SAU ini disuguhkan tanpa jeda, sehingga dapat dipastikan membuat para pengunjungnya tidak bosan dan dikemas secara profesional sekali.